Bacaan : Matius 7:1-5
Istri saya sudah tuli," keluh seorang suami kepada dokter pribadinya.
"Saya harus bicara berkali-kali padanya, barulah ia mengerti." Sang
dokter lantas memberi usul: "Bicaralah dengannya dari jarak sepuluh
meter. Jika tak ada respons, coba dari jarak lima meter, lalu dari
jarak satu meter. Dari situ kita akan tahu tingkat ketuliannya." Si suami mencobanya. Dari jarak sepuluh meter, ia bertanya pada istrinya, "Kamu masak apa malam ini?" Tak terdengar jawaban. Ia
mencoba dari jarak lima meter, bahkan satu meter, tetap saja tak ada respons. Akhirnya ia bicara di dekat telinga istrinya, "Masak apa
kamu malam ini?" Si istri menjawab: "Sudah empat kali aku bilang: sayur asam!" Rupanya, sang suamilah yang tuli.
Saat mengkritik orang lain, kita kerap kali tidak sadar bahwa kita
pun memiliki kelemahan yang sama, bahkan mungkin lebih parah. Ada
kalanya apa yang tidak kita sukai dari orang lain adalah sifat yang
tidak kita sukai dari diri sendiri. Kita belum bisa mengatasi satu
kebiasaan buruk, kemudian jengkel saat melihat sifat buruk itu muncul
dalam diri orang lain, sehingga kita memintanya untuk berubah.
Tuhan Yesus tidak melarang kita menilai orang lain secara kritis.
Namun, janganlah membesar-besarkan kesalahan orang lain dengan
mengabaikan kesalahan diri sendiri. Jika kita memakai standar atau
ukuran tinggi dalam menilai orang lain, pastikan kita sendiri sudah
memenuhi standar yang kita buat. Yang terbaik adalah introspeksi diri
terlebih dulu sebelum memberi kritik kepada orang lain.
MAKIN TINGGI STANDAR YANG KITA BUAT BAGI SESAMA
MAKIN TINGGI STANDAR YANG HARUS KITA SENDIRI PENUHI
"Saya harus bicara berkali-kali padanya, barulah ia mengerti." Sang
dokter lantas memberi usul: "Bicaralah dengannya dari jarak sepuluh
meter. Jika tak ada respons, coba dari jarak lima meter, lalu dari
jarak satu meter. Dari situ kita akan tahu tingkat ketuliannya." Si suami mencobanya. Dari jarak sepuluh meter, ia bertanya pada istrinya, "Kamu masak apa malam ini?" Tak terdengar jawaban. Ia
mencoba dari jarak lima meter, bahkan satu meter, tetap saja tak ada respons. Akhirnya ia bicara di dekat telinga istrinya, "Masak apa
kamu malam ini?" Si istri menjawab: "Sudah empat kali aku bilang: sayur asam!" Rupanya, sang suamilah yang tuli.
Saat mengkritik orang lain, kita kerap kali tidak sadar bahwa kita
pun memiliki kelemahan yang sama, bahkan mungkin lebih parah. Ada
kalanya apa yang tidak kita sukai dari orang lain adalah sifat yang
tidak kita sukai dari diri sendiri. Kita belum bisa mengatasi satu
kebiasaan buruk, kemudian jengkel saat melihat sifat buruk itu muncul
dalam diri orang lain, sehingga kita memintanya untuk berubah.
Tuhan Yesus tidak melarang kita menilai orang lain secara kritis.
Namun, janganlah membesar-besarkan kesalahan orang lain dengan
mengabaikan kesalahan diri sendiri. Jika kita memakai standar atau
ukuran tinggi dalam menilai orang lain, pastikan kita sendiri sudah
memenuhi standar yang kita buat. Yang terbaik adalah introspeksi diri
terlebih dulu sebelum memberi kritik kepada orang lain.
MAKIN TINGGI STANDAR YANG KITA BUAT BAGI SESAMA
MAKIN TINGGI STANDAR YANG HARUS KITA SENDIRI PENUHI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar