Bacaan : Kejadian 9:18-28
Kurang terurus, nakal, tak dihargai. Di kelas 3 SD, guru saya
berkata: "Hei, kamu adiknya Badu ya? Jangan buat ulah seperti
kakakmu, ya-sudah goblok, nakal lagi, tahu sendiri nanti!" Ucapan
itu seperti kutuk yang menusuk hati. Setahun itu, saya tersiksa.
Saya jadi suka bolos, malas belajar, dan akhirnya tidak naik kelas.
Tahun ajaran berikutnya, dengan baju lusuh dan celana bertambal,
saya mengulang kelas 3. Malu rasanya. Namun, setelah 2 bulan, guru
baru saya berkata, "Kamu bukan anak bodoh, tetapi anak pin-tar. Ibu
akan buktikan." Kata-kata berkat itu mengiang dan membakar semangat
saya untuk belajar. Walau saya harus menunggu malam, agar bisa
meminjam buku teman yang telah selesai belajar-sebab saya tak mampu
membeli. Menjelang penerimaan rapor, ibu guru memanggil saya. Ia
bandingkan rapor saya dengan si juara 1, ternyata nilai saya ada di
atasnya. Hanya, karena sudah mengulang, saya tak bisa menjadi juara
satu. Namun, kata penguatannya terngiang hingga kini, khususnya saat
menghadapi kesulitan hidup.
Biarlah berkat saja yang keluar dari mulut kita. Kata yang terucap
tak bisa ditarik kembali, dan ia bisa membangun atau menghancurkan.
Lihatlah luapan kejengkelan Nuh pada Ham. Saat Ham menertawakan
bapaknya yang telanjang karena mabuk, Nuh mengutuki agar ia dan
keturunannya menjadi budak keturunan Sem dan Yafet. Dari generasi ke
generasi, ucapan Nuh dijadikan alasan menghalalkan perbudakan
sebagai kodrat ras tertentu. Hingga penebusan Kristus menghancurkan
kutuk dan darah martir kristiani menghapus perbudakan, apartheid,
dan segala diskriminasi. Jagalah lidah! -Yeox-
JAGALAH MULUT ANDA
UCAPKAN BERKAT DAN JANGAN MENGUTUK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar