Manusia tidak akan bisa hidup sendiri tanpa bantuan org lain begitu puala mahkluk hidup yang ada di bumi ini tdk akan bisa hidup tanpa adanya peran dari mahkluk lain, cenderung hidupnya selalu bergantung pada segala hal, contohnya ingin makan dia perlu makanan , makanan ada dari tumbuhan dan tumbuhan perlu perawatan dan yang merawat adalah manusia sehingga dapat menghasilkan makanan yang baik dan berguna bagi kedua mahkluk tersebut, manusia juga tak lepas dari kehidupan sosial yang dihadapi sehari2 seperti : bekerja, bermain, belajar, dan berkomunikasi dgn lingkungan sekitar jadi sosilogi itu sangat perlu diterapkan dalam kehidupan manusia.
1. Peranan Sosiologi dalam Kehidupan Manusia
Beberapa profesi yang umum didisi oleh para sosiolog dalam masyarakat adalah:
a. Periset. Sama halnya dengan ilmuwan, sosiolog juga menaruh perhatian pada pengumpulan dan penggunaan pengetahuan.
b. Konsultan kebijakan Prediksi sosiolog dapat digunakan untuk membantu memperkirakan pengaruh kebijakan sosial yang mungkin terjadi
c. Sosiolog klinis Sebagai sosiolog klinis, mereka ikut terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan masyarakat, seperti memberi masyarakat saran-saran dalam hubungan masyarakat, hubungan antarkaryawan, penyelesaian berbagai masalah tentang hubungan antarmanusia dan masalah moral.
d. Guru atau pendidik Kegiatan belajar mengajar adalah karier utama bagi sosiolog. Dengan menjadi guru, para sosiolog dapat membuka wawasan para siswa dalam hidup bermasyarakat guna meningkatkan kualitas hidupnya. Manfaat Sosiologi Dapat melihat dengan jelas siapa diri kita, baik sebagai pribadi maupun anggota kelompok atau masyarakat. Mampu mengkaji tempat kita dalam masyarakat dan dapat melihat dunia atau budaya lain yang belum kita ketahui sebelumnya
Makin memahami norma, tradidi, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lain.
Makin lebih tanggap, kritis dan rasional menghadapi gejala sosial masyarakat yang makin kompleks.
Makin memahami norma, tradidi, keyakinan, dan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lain.
Makin lebih tanggap, kritis dan rasional menghadapi gejala sosial masyarakat yang makin kompleks.
Terapan sosiologi terhadap kehidupan manusia adalah belajar yang berarti mencoba memahami. Jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari akan mendapatkan hasil perilaku yang wajar didalam bermasyarakat. Sejak lahir manusia adalah makhluk sosial yang memberi respon terhadap interaksi sekitar peranan sosiologi terletak dalam pengaturan interaksi yang terjadi.
Sosiologi sebagai Ilmu:
a. Pengetahuan kesan yang timbul dalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan panca inderanya.
b. Tersusun secara sistematis tidak semua pengetahuan merupakan suaru ilmu, hanya pengetahuan yang tersusun secara sistematis saja yang bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan. Sistematika berarti urut-urutan tertentu dari unsur-unsur yang merupakan suatu kebulatan.
c. Menggunakan pemikiran Proses cara berfifikr dengan menggunakan otak. Pengetahuan yang dipikirkan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta) dengan melihat dan mendengar sendiri, serta melalui alat-alat komunikasi lainnya. Pengetahuan tersebut diterima dengan panca indera untuk kemudian diterima dan diolah oleh otak.
d. Dapat dikontrol secara kritis oleh orang lain atau umum (objektif). Pada tahap ini ilmu pengetahuan harus dapat dikemukakan dan diketahui umum sehingga dapat diperiksa serta ditelaah oleh umum yang mungkin berbeda paham dengan ilmu pengetahuan yang dikemukakan.
e. Sosiologi hukum mempelajari kaitan antara gejala kemasyarakatan dan hukum. Materi yang dipelajari Lembaga-lembaga hukum dalam masyarakat. Peran hukum dalam masyarakat. Perilaku masyarakat dalam hubungannya dengan hukum yang berlaku.
f. Sosiologi kekeluargaan Membahas kegiatan atau interaksi gejala kemasyarakatan dengan keluarga. Materi yang dibahas : Bentuk-bentuk keluarga dalam masyarakat Peran keluarga dalam masyarakat. Keluarga dalam perubahan sosial.
g. Sosiologi ekonomis mempelajari hubungan gejala kemasyarakatan dengan tata cara kegiatan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
h. Sosiologi industri Mempelajari kaitan gejala kemasyarakatan dengan industri.materi yang dikaji:
1) Hubungan industri dengan berbagai subsistem yang ada dalam masyarakat.
2) Aktivitas yang berkaitan dengan produksi, distribusi, dan konsumsi.
3) Peranan industri dalam perubahan masyarakat.
2. Peranan Sejarah dalam kehidupan Manusia
Peranan Ilmu Sejarah.
a. Sejarah dapat menjadi penghubung antara generasi sekarang dengan generasi yang akan datang.
b. Untuk membangkitkan semangat nasionalisme dengan memberikan pengetahuan tentang kejayaan suatu bangsa yang terjadi dimasa lampau.
c. Pemberi semangat dan dorongan kepada bangsa Indonesia untuk berjuang membebaskan diri dari penjajahan atau masalah yang menimpa bangsa ini.
Ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dengan kecepatan tinggi ini semakin mendorong terjadinya modernisasi di segala bidang secara berkelanjutan. Perkembangan baru ini memaksa setiap orang, kelompok, lembaga, para pengambil keputusan, baik di tingkat lokal, regional, maupun internasional meninjau ulang setiap putusan ataupun kebijakan yang diambilnya. Situasi dan kondisi serba cepat ini menyebabkan pula segala kebijakan maupun perkembangan budaya manusia mempunyai sifat cepat usang dan sementara, tempo kehidupan semakin cepat dengan keanekaragaman gaya hidup. Tak terasa, seolah-olah dimensi masa lalu pun bila dilihat dari masa kini, sepertinya berjalan begitu cepat pula. Dengan demikian kehidupan masa lalu pun menjadi urgen untuk dipikirkan kembali. Di samping itu perkembangan situasi dan kondisi yang serba “krisis” ini juga menghendaki perenungan kembali bagi kalangan.
Peranan ilmuwan umumnya harus dimainkan dan sikap yang harus ditunjukkan dalam menghadapi
tantangan zaman, khususnya di abad XXI nanti. Tidak kecuali dengan sejarawan (sejarawan profesional / akademisi) perlu segera melihat kembali peran yang telah dimainkan selama ini dengan mencari alternatif-alternatif baru, termasuk di dalamnya alternatif dalam penulisan sejarah.
Perkembangan Ilmu Sejarah
Tradisi penulisan sejarah baik di tingkat dunia maupun di Indonesia telah mengalami perkembangan yang cukup menggembirakan. Tradisi penulisan sejarah Yunani-Romawi, telah mampu memberikan dampak bagi kehidupan bangsa Yunani-Romawi. Karya-karya besar sejarawan klasik ternyata dapat memberikan inspirasi dan mempengaruhi pembentukan watak dan karakter dari bangsa itu sebagai bangsa yang mampu berjaya dalam perkembangan sejarah.
Perkembangan penulisan sejarah semakin beragam dengan konsep-konsep dan pendapat-pendapat baru. Hal ini dapat dibuktikan dari karya-karya besar sejarawan dunia (Gay, 1972; Barnes, 1962; Lichtman dan Franch, 1978). Perkembangan studi sejarah semakin tampak bergairah ketika Leopold von Ranke bereaksi terhadap aliran romantisme dalam penulisan sejarah dan selanjutnya memperkenalkan studi sejarah kritis yang hendak berpijak kuat pada empiri, maskipun tetap bersifat ideografis. Ucapan Ranke yang terkenal ialah “Wie as eigentlich gewesen ist” (bagaimana sesungguhnya sesuatu terjadi) mempunyai pengaruh kuat bagi perkembangan studi sejarah kritis beserta metode historis dari muridmuridnya antara lain Bernheim dan Bauer. Karya-karyanya tentang metode sejarah juga mendapat pengaruh kuat dari penggunaan diplomatik yang dirintis oleh Mabillon. Sekolah von Ranke kemudian meluas ke seluruh penjuru dunia dan berhasil mengangkat sejarah sebagai ilmu sejarah. Sebuah cabang sekolah itu akhirnya menimbulkan aliran yang dominan di Barat sampai Perang Dunia Kedua, ialah apa yang dikenal sebagai historisme.
Tradisi penulisan sejarah di Indonesia pun mengalami perkembangan sesuai dengan jiwa jamannya. Paling tidak, perkembangan historiografi di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga bagian (Kartodirdjo, 1982), yaitu historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi modern. Kemudian pada masa sekarang ini juga berkembang berbagai visi baru dalam penulisan sejarah khususnya menyangkut masalah pendekatan dan metodologi.
Pada masa perkembangan historiografi tradisional, yaitu corak penulisan sejarah yang banyak ditulis oleh para pujangga kraton, karya-karya mereka bertujuan untuk melegitimasi kedudukan raja. Dengan demikian, historiografi pada masa ini mempunyai ciri-ciri magis, religius, bersifat sakral, menekankan kultus, dewa raja dan mitologi, bersifat anakronisme, etnosentrisme, dan berfungsi sosial psikologis untuk memberi kohesi pada suatu masyarakat tentang kebenaran-kebenaran kedudukan suatu dinasti.
Selanjutnya, pada fase kedua berupa historiografi kolonial yang sudah mendasarkan pada tradisi studi sejarah kritis. Namun demikian, perspektif yang menonjol masih menunjukkan Neerlandosentrisme sebagai penyempitan wawasan Eropasentris. Asal mulanya karya sejarawan Belanda terutama mengisahkan perjalanan pelayar-pelayar Belanda serta kemudian perkembangan VOC dilanjutkan dengan pemerintah kolonial beserta penguasa-penguasanya, pendeknya disini kita menjumpai penulisan sejarah berdasarkan tradisi historiografi konvensional yang lebih berupa riwayat orang-orang berkuasa, antara lain Gubernur Jendral, raja-raja, panglima, dan sebagainya. Sampai sejauh manakah ilmu sejarah mampu berperan dalam menghadapai tantangan zaman?
Oleh karena zaman begitu cepat berubah dan konsekuensinya banyak kebijakan yang juga senantiasa perlu diubah, maka peran ilmu pengetahuan dalam proses pengambilan keputusan bagi kelangsungan hidup, juga mengalamai transformasi “perlu diubah”. Tentunya, perlu diubah, di sini dimaksudkan bukan berarti hasil pemikiran para sejarawan pada masa lalu tidak ada gunanya lagi, tetapi ilmu sejarah dituntut oleh zaman untuk bisa memainkan peran. Dengan demikian, ilmu sejarah bukanlah menjadi ilmu yang tidak “berwibawa” dalam percaturan ilmu pengetahuan yang saling berlomba menjadi bahan bakar dalam proses akselerasi kemajuan zaman. Dunia kontemporer pada saat itu menuntut setiap disiplin menjadi alat, dan bukan tujuan. Semboyan ilmu demi ilmu dianggap usang karena menciptakan jarak antara ilmuwan dengan realitas. Bagi ilmu sejarah, pencarian cara, prosedur, metodologi, dan penerapan kurikulum yang cocok untuk mendukung keterkaitan dan kesepadanan sejarah dengan ilmu pengetahuan dan perkembangan zaman, mutlak harus dilakukan. Ilmu sebagai ilmu atau ilmu yang terisolasi di “menara gading” dianggap sebagai kemewahan dan “kontra-produktif”. Sebagaimana kata B. Croce, kekinian atau contemporary mendominasi seleksi dan analisis. Terutama dari sudut pandang para present minded, disiplin sejarah semestinya mampu meningkatkan pemahaman kita secara kuantitatif dan kualitatif tentang permasalahan sekitar, dan membantu mencari solusi demi masa depan yang lebih ideal. Sejarah yang merupakan memory masa lampau, yang menyangkut perjalanan budaya suatu masyarakat akan menjadi cermin dan palingan orang pada abad XXI, meskipun pada masa lalu dan masa kini pun juga demikian. Hal ini disebabkan, karena sejarah telah menjadi “pengawal” budaya suatu bangsa dan sejarawan juga menjdai penyampai atau transmitter budaya. Maka tak perlu dirisaukan pula kegunaan dan fungsi ilmu sejarah, kalau memang asumsi ini memang terjadi. Teachability dan impact sejarah baik sebagai educator dan inspirer akan tetap mempunyai fungsi.
3. Peranan Geografi dalam Kehidupan Manusia
Geografi merupakan bagian dari ilmu sosial dan alam yang berusaha menyumbangkan semua kajian yang ada di dalamnya agar bisa dimanfaatkan oleh manusia. Geografi yang mempunyai konsep, pendekatan dan berbagai macam kajian yang menggambarkan seperti apakah hal-hal yang dipelajari baik secara khusus maupun secara umum. Geografi juga bisa dimodifikasikan dengan ilmu-ilmu lain yang berkaitan dengan kajian geografi dan tentunya pada akhirnya akan menciptakan hal-hal baru yang sebelumnya belum dimunculkan. Inilah yang akan menambah variasi fungsi-fungsi dan peran-peran geografi dalam berbagai aspek. Seperti yang kita ketahui bahwa geografi itu sendiri yang mempelajari tentang Litosfer, Atmosfer, Biosfer, Hidrosfer dan Antroposfer secara langsung maupun tidak langsung sangat berkaitan erat dalam kehidupan manusia, sehingga sudah semestinya geografi harus lebih dikembangkan baik dalam pendidikan maupun pembangunan bangsa ini. Dalam konteks seperti ini perlu ada dialog antara praktisi, akademisi dan stakeholder Geografi. Dari para praktisi, baik dari sektor swasta maupun Pemerintah, diharapkan dapat dipaparkan pengalaman praktis, dan dari para akademisi diharapkan dapat dipaparkan ide–ide kreatif dan inovatif dalam menangani masalah pembangunan, perencanaan dan pendidikan yang lebih baik. Sedangkan para stakeholder diharapkan dapat memberikan masukan kebijakan dan dukungan sehingga tercipta suatu lingkungan yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya pendidikan dan pembangunan yang produktif dan inovatif di Indonesia. Upaya Geografi dalam pembangunan bangsa ini, tidak akan berarti jika mayarakat geografi sendiri tidak turun langsung ke lapangan. Pembangunan di bumi pertiwi saat ini sudah tidak dapat menunggu lagi. Kerusakan lingkungan yang saat ini terjadi, sudah tidak dapat ditolerir lagi. Kerusakan hutan, polusi dan bencana-bencana yang mengikutinya sudah kian menjepit dan meringsekkan rusuk-rusuk bumi. Kinilah, saatnya beraksi, saatnya bergerak dan beraksi memberikan pemikiran untuk bumi pertiwi ini.
Melihat gambaran fenomena tersebut, maka untuk merefresh, meningkatkan dan menguatkan kembali fungsi dan peran georafi yang kemudian pada akhirnya bisa diwujudkan dalam bidang pendidikan dan pembangunan bangsa secara konkret.
Peran geografi yang bisa dikembangkan secara umum maupun secara khusus yang kemudian bisa diwujudkan dalam bidang pendidikan dan pembangunan bangsa, juga sebagai sarana (wadah) komunikasi, koordinasi dan sharing untuk memaksimalkan potensi keilmuan geografi bagi kemajuan dan pembangunan Indonesia.
4. Peranan Hukum dalam Kehidupan Manusia
Menurut para ulama, filosofi pemerintahan adalah untuk menyiapkan landasan penegakan hukum oleh pihak eksekutif, dan hal ini tentu saja adalah penalaran yang bisa diterima oleh semua institusi sosial dan peradaban. Hal tersebut perlu dilakukan karena keberadaan hukum semata tidak menjamin terciptanya kesejahteraan umat manusia; dengan begitu, pihak eksekutif yang tanggap harus menyiapkan jalan bagi penerapan aturan undang-undang. Ini adalah fakta yang tidak terbatasi ruang dan waktu. Mereka (para ulama) meyakini berdasarkan keniscayaan yang ditetapkan oleh syariat dan akal, sebagaimana ditekankan pada masa hidup Rasulullah saw berupa pendirian negara dan pelaksanaannya; hal itu juga berlaku pada masa kini.
Berdasarkan konsep yang dijelaskan di atas, perlu dipahami bahwa berkenaan dengan status hukum, kitab hukum paling lengkap, budaya berpegang pada hukum, dan konsekuensi-konsekuensinya, para ulama mengemukakan topik-topik penting berikut ini: 1. Al-Quran sebagai sebuah kitab hukum; 2. Pentingnya kepatuhan hukum; 3. Kebahagiaan kaum Muslim seiring dengan penerapan hukum; 4. Pelanggaran hukum penyebab keterpurukan umat; 5. Perselisihan dan kegagalan adalah akibat pelanggaran hukum dan agitasi; 6. Disiplin dan kepatuhan hukum adalah pangkal persatuan dan kesatuan; 7. Perhatian terhadap hukum amar makruf; 8. Mencapai kesempurnaan dengan pemeliharaan hukum; 9. Pentingnya penerapan hukum skala luas.
Al-Quran Sebagai Sebuah Kitab Hukum
Berdasarkan pendapat para ulama, al-Quran adalah kitab hukum, yang mencakupi semua kebutuhan manusia dan segala hal lainnya. Ini dikarenakan al-Quran adalah kitab yang mengajarkan kemanusiaan. Segala sesuatu telah dijelaskan di dalamnya tanpa ada yang terlewatkan. Hal ini secara tegas dinyatakan dalam al-Quran, Kami telah menurunkan Kitab (al-Quran) ini kepada kalian sebagai penjelas segala sesuatu dan sebagai petunjuk dan rahmat serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (muslim).
Sesuai dengan pandangan para ulama mengenai al-Quran sebagai kitab hukum terkaya (terlengkap); hukum yang mempunyai akar Ilahiah, bukan hasil pikiran manusia, karena itu ia terjauhkan dan terjaga dari setiap bentuk perubahan dan pengurangan. Keabsahan dan keotentikan al-Quran terletak pada karakter Ilahiahnya, karena itu ia menjadi sumber utama untuk memberi petunjuk pada umat manusia. Ia adalah kitab yang bermanfaat bagi setiap orang di mana pun mereka berada, baik di barat maupun di timur, masa lalu, sekarang, atau yang akan datang.
Pentingnya Kepatuhan Hukum
Meskipun para ulama meyakini bahwa al-Quran adalah kitab hukum tertinggi dan termulia, mereka juga menerima bahwa hukum pemerintah juga mempunyai nilai tersendiri, karena itu patut untuk ditaati jika diturunkan dari al-Quran. Menurut mereka, undang-undang dan semua hukum yang diturunkan dari syariat Islam adalah sah dan berharga. Dengan begitu, semua Muslim harus menjalankan dan melaksanakannya. Mereka menganggap kepatuhan terhadap hukum Islam sangat diperlukan dan menjadi suatu kewajiban agama. Sebagai contoh, mereka memperhatikan hukum-hukum itu dan meyakini bahwa dalam negara Islam setiap orang harus menghormati dan memelihara hukum-hukum Islam.
Para ulama berkeyakinan bahwa alasan untuk secara saksama menjaga hukum dalam negara Islam didasarkan pada kenyataan bahwa hukum-hukum Islam berasal dari wahyu, al-Quran, dan hadis, yang diturunkan oleh Pencipta manusia; karenanya, Dia dan kalimat-Nya adalah (hukum) tertinggi dan berada pada peringkat (hukum) tertinggi. Dasar pemikiran ini diambil dari firman Allah dalam al-Quran, Kalimat Allah itu adalah kalimat yang tertinggi. Kalimat Allah adalah kalimat tertinggi dan terunggul. Ahli tafsir besar Thabarsi menginterpretasikan ayat, ‘Kalimat Allah’ dengan makna tauhid (monoteisme). Dalam ayat al-Quran mengenai kalimat tauhid—sebagai sumber dan dasar semua aturan-aturan Islam—terdapat penentangan terhadap kekufuran dan kemusyrikan.
Kebahagiaan Kaum Muslim Seiring dengan Penerapan Hukum
Setiap Muslim yang terpelajar menganggap ketidakberdayaan dan rendahnya semangat di masa sekarang ini, utamanya dalam menghadapi negara adidaya, dilatarbelakangi oleh kenyataan tidak diterapkannya dan tidak dipraktikkannya aturan Islam di negara-negara Islam. Begitu pun, mereka meyakini bahwa jika semua Muslim di seluruh dunia bertindak dan menjalankan kehidupan berdasarkan aturan-aturan Islam, kebahagiaan mereka akan terwujud. Dengan sikap seperti itu, Muslim dan kaum Muslim akan diperlakukan tidak selayaknya, karenanya mereka tidak berdaya, hal ini terjadi karena mereka tidak menaruh perhatian pada aturan-aturan Islam dan tidak peduli pada penerapan aturan-aturan itu.
Pelanggaran Hukum Penyebab Keterpurukan Umat
Berkenaan dengan penyebab pelanggaran hukum, para ulama berkeyakinan bahwa jika umat secara moral tidak dididik dalam sebuah negara (lingkungan) Islam, mereka merasa tidak terikat untuk mematuhi hukum, dan korupsi serta pelanggaran hukum akan terjadi dalam masyarakat. Setiap orang akan menganggap dirinya bebas melakukan perbuatannya, dan karena itu dia bebas bertindak menurut keinginan dan kecenderungannya sendiri.
Dengan sikap seperti itu, mereka akan melanggar hukum dan akan terjatuh dalam sikap membangkang yang akan menimbulkan kehancuran bagi diri mereka sendiri. Sebaliknya, pribadi yang terdidik secara moral akan menyadari dirinya harus mematuhi hukum dan tidak akan pernah membiarkan dirinya membangkang, melanggar, atau melakukan tindakan penentangan terhadap hukum; bahkan dia akan senantiasa menghormati hukum meskipun ketaatan itu akan membatasi kesenangan dirinya.
Perselisihan dan Kegagalan adalah Akibat Pelanggaran Hukum dan Agitasi
Para ulama berpendapat bahwa titik tolok setiap masyarakat adalah disiplin, hukum, dan budaya yang memelihara hukum. Hukum berfungsi sebagai poros kerjasama dan persatuan. Kejayaan sebuah bangsa dapat dicapai melalui ketaatan mereka dalam menjalankan hukum. Sebaliknya, bangsa apa pun, yang tidak patuh pada hukum, akan terjebak dalam perselisihan dan ini akan membawa mereka pada kegagalan dan kekalahan. Sesuai dengan kenyataan masa lalu kaum Muslim, bangsa Muslim mana pun yang pernah mengalami kekalahan, pasti didahului dengan bayang-bayang kelam ketidakpatuhan pada hukum dan kurangnya disiplin.
Di masa-masa awal Islam, kaum Muslim mendapat kemenangan gemilang di berbagai medan pertempuran manakala mereka mematuhi perintah Rasulullah saw sebagai sebuah hukum yang dijamin oleh Allah Swt. Dan manakala, misalnya dalam perang Uhud, terjadi ketidakpatuhan dan pengabaian terhadap aturan-aturan hukum, mereka akhirnya menderita kekalahan. Para ulama menjadikan al-Quran sebagai rujukan mengenai hal ini, yang mana di dalamnya disebutkan, Dan taatlah kepada Allah dan rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu (QS. 8:46). Ayat ini menekankan pada pentingnya menaati perintah Allah dan rasul-Nya, jika tidak maka kejayaan akan hilang. Ini berarti bahwa menaati Allah dan rasul-Nya adalah salah satu hukum Islam terpenting yang jika dilanggar akan membuka jalan bagi keterpurukan dan kegagalan.
Disiplin dan Kepatuhan Hukum adalah Pangkal Persatuan dan Kesatuan
Salah satu hasil yang berharga dan membahagiakan dari kepatuhan pada hukum adalah terciptanya persatuan dan kesatuan. Kaum Muslim dalam beberapa kasus telah banyak mengalami kekalahan sepanjang sejarahnya. Para ulama meyakini bahwa disiplin dan budaya kepatuhan pada hukum akan membuka jalan pada kesatuan dan persatuan kaum Muslim. Tanpa disiplin, masyarakat (umat) tidak akan bisa memegang teguh ajaran tauhid dan tidak akan pernah bisa meraih tujuan-tujuannya. Mereka berkeyakinan bahwa tanpa disiplin, umat akan kehilangan karakter monoteistiknya. Sebuah masyarakat yang monoteistik (bertauhid) adalah masyarakat yang di dalamnya setiap orang memperhatikan kewajiban-kewajibannya masing-masing, mematuhi hukum, dengan satu batasan dan satu tujuan. Mereka menyadari bahwa ketaatan pada hukum adalah landasan bagi penerapan sikap egaliter, persatuan, dan kesatuan, sebuah pandangan yang Allah perintahkan pada semua kaum Muslim untuk dilaksanakan.
Perhatian Terhadap Hukum Amar Makruf
Salah satu kelebihan dari masyarakat Islam adalah perintah saling mengingatkan dalam mengamalkan hukum (amar makruf). Al-Quran menegaskan hal ini sebagai syarat utama bagi sebuah masyarakat Islam. Para ulama menganggap kehidupan dan kelanggengan masyarakat Islam tergantung dari perhatiannya terhadap amar makruf nahi mungkar. Karena itu, memberi peringatan kepada para pelanggar hukum (nahi mungkar) diturunkan dari pentingnya menerapkan amar makruf seperti yang telah disebutkan di atas. Al-Quran menjelaskan hal itu dalam ayat Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka adalah orang-orang yang beruntung (QS. 3:104). Dengan begitu, perbuatan menyeru pada kebaikan dan pentingnya menyampaikan kebajikan adalah perbuatan yang sesuai dengan akal, bahkan dalam beberapa kasus menjadi suatu kewajiban agama.
Mencapai Kesempurnaan dengan Pemeliharaan Hukum
Tidak diragukan lagi, akibat terpenting dari penerapan hukum dalam negara Islam adalah masyarakat akan bergerak menuju kesempurnaan dan mencapai tingkat peradaban tertinggi dalam pengawasan hukum. Penerapan hukum Islam menjadi landasan yang tepat untuk mendidik sikap dan kelebihan masyarakat untuk mencapai kesempurnaan manusiawi tertinggi. Berdasarkan hal itu, pembangunan masyarakat mana pun akan tergantung pada disiplin dan pemeliharaan hukum. Pembangunan dan keadilan mempunyai hubungan yang sangat erat.; keduanya harus diterapkan di bawah tuntunan cahaya hukum Islam dan pemeliharaan hukum.
Para ulama senantiasa mengingatkan setiap orang dalam negara beragama untuk memperhatikan kewajiban-kewajibannya secara saksama hingga dengan begitu negara Islam mencapai tingkat pembangunan yang diinginkan. Dengan cara ini, kekacauan sosial, agitasi, dan benturan kepentingan antara tugas dan kezaliman dapat ditekan.
Dalam masalah ini, Ayatullah Musawi menegaskan bahwa, “Jika setiap anggota masyarakat berusaha untuk memikul tugas dan tanggung jawabnya dengan sebaik-baiknya, negara ini akan menuju kesempurnaan negara Ilahi. Namun jika seseorang—mencari keuntungan sendiri—berusaha mencampuri pekerjaan atau jabatan orang lain, misalnya saat dia menjadi seorang hakim dia juga ingin bertindak selaku pejabat pemerintahan, maka hal ini akan menimbulkan agitasi dan kekacauan.”
Pentingnya Penerapan Hukum Skala Luas
Para ulama senantiasa menekankan pentingnya berpegang pada hukum dan ketinggian statusnya, karena itu mereka menganggap pelanggaran terhadap hukum adalah perbuatan yang bertentangan dengan agama. Mereka juga menegaskan bahwa dalam negara Islam semua hukum harus dihormati, dan setiap orang hendaknya menjaga agar tidak sampai melanggarnya, sekalipun berupa hukum lalu lintas, karena itu juga adalah hukum dan dalam hal ini tidak ada perbedaan antara satu hukum dengan hukum lainnya. Bahkan, mereka menegaskan bahwa Islam telah memerintahkan setiap individu, dan semua lapisan masyarakat harus berusaha untuk berpegang teguh pada tali Allah. Berpaling dari perintah ini adalah perbuatan yang tidak diperkenankan dalam agama.
a. Psikologi Perkembangan
Perkembangan manusia harus diletakkan sebagai upaya untuk mengoptimalkan seluruh aspek kehidupan manusia sejak bayi sampai lanjut usia (Papalia, Olds, Feldman, 2001). Optimalisasi perkembangan manusia dapat terlaksana jika lingkungan ikut mendukung. Oleh karena itu dalam proses perkembangannya, manusia tidak terlepas dari konteks kesejarahan dan budaya yang memberi pengaruh yang sangat kuat terhadap dirinya (Hadis, 1995). Saat ini fenomena yang berkaitan dengan psikologi perkembangan yang menjadi perhatian para praktisi dan ilmuwan psikologi di Indonesia adalah dampak berbagai peristiwa sosial-psikologis yang negatif pada anakanak sebagai akibat meningkatnya peristiwa-peristiwa kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), pembunuhan, penggunaan napza, keretakan keluarga, dan berbagai penyakit yang menghambat perkembangan anak. Juga kejadian-kejadian seperti perang, kerusuhan, konflik, krisis ekonomi, bencana alam yang akan memberikan dampak besar terhadap perkembangan psikologis anak. Menurut Myers-Bowman, Walker, dan Myerss-Walls (2000), walaupun anak-anak terekspos secara minimal dalam suatu peristiwa peristiwa teror, Irmawati: Peranan Psikologi dalam Menjawab Fenomena Psikologis Masyarakat Indonesia 3 misalnya melihat pemberitaan di televisi dan surat kabar, dapat mengalami kebingungan dan dihantui oleh berbagai pertanyaan tentang hal yang mereka baca dari media massa tersebut. Kekuatan media massa dalam menginformasikan peristiwa teror tidak sebatas memberikan gambaran kejadian, tetapi juga mendiseminasi ketegangan. Termasuk kepada anakanak sebagai audiensnya. Jika aksi teror saja sudah memunculkan efek “ngeri” bagi kalangan dewasa, maka dapat dibayangkan berapa kali lipat derajat ketakutan yang bisa dialami oleh anak-anak. Pada anak-anak tersebut pakar Psikologi Perkembangan dapat melakukan penanganan seperti melakukan terapi bermain dan terapi desensitisasi untuk mengatasi trauma dan stres yang dialami. Akan tetapi, pemanfaatan ilmu psikologi bagi perkembangan anak sebenarnya telah menjadi kebutuhan sehari-hari seperti upaya membantu anak dalam mengatasi krisis perkembangannya ketika memasuki usia sekolah, kesulitan bersosialisasi, permasalahan dengan saudara kandung, perkembangan seksualitas, dan lain sebagainya.
b. Psikologi Pendidikan
Pada bidang Psikologi Pendidikan, kasus dan fenomena yang saat ini masih menjadi sorotan adalah Ujian Nasional (UN) dan program akselerasi siswa. Pelaksanaan ujian akhir di berbagai tingkatan pendidikan setiap akhir tahun ajaran, seringkali memunculkan pro-kontra kegunaannya. Perdebatan dan kritik makin gencar. Arsip surat kabar Sinar Harapan mencatat pendapat Fuad Hassan, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia dan mantan Mendiknas, bahwa penilaian hasil belajar tidak hanya dilakukan dengan mengevaluasi hasil belajar, tetapi juga mencakup proses belajarmengajar yang dilakukan. Pelaksanaan UN hendaknya sebatas untuk mengetahui peta kualitas pendidikan di Indonesia. Melalui UN dapat diketahui sejauh mana kurikulum secara nasional tercapai, namun bukan menjadi penentu kelulusan siswa. Peningkatan kualitas pendidikan pun perlu disertai dengan peningkatan kualitas guru ketika mengajar. Kualitas pembelajaran sebaiknya tidak dibebankan ke siswa dengan target nilai. 4 Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke-57 USU, 20 Agustus 2009 Para siswa di sekolah yang berfasilitas minim, bahkan jauh dari prasyarat pendidikan standar akan kesulitan menyesuaikan diri dengan standar nasional. Akibatnya juga berdampak negatif dimana guru memberitahukan kunci jawaban kepada siswa sehingga kelulusan siswa meningkat. Hal ini secara tidak langsung akan membentuk karakter negatif pada siswa. Pakar Psikologi Pendidikan dapat berperan dalam membantu sekolah mengembangkan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan psikologis siswa sekaligus memberikan bimbingan bagi siswa yang menghadapi kendala dalam proses belajarnya, seperti menangani kecemasan siswa dalam menghadapi ujian. Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada beberapa SMA di Indonesia yang memiliki program akselerasi, Guru Besar Psikologi UGM Asmadi Alsa menyimpulkan beberapa hal, diantaranya bahwa siswa akselerasi memang memperoleh percepatan dalam hal perkembangan secara kognitif, namun tidak dalam hal afektif dan psikomotoris (Pidato Pengukuhan Prof. Asmadi Alsa dari www.ugm.ac.id). Namun begitu, aktivitas belajar yang padat dapat memacu siswa sehingga memiliki daya juang yang tinggi dalam belajar, karena memang tidak ditemukan adanya dampak negatif dari hal itu. Meski demikian, pemantauan pada semester awal menjadi amat penting dalam rangka melakukan tindakan lanjutan bagi siswa yang ditemukan memiliki potensi tidak cukup mampu melakukan penyesuaian diri dengan tuntutan program maupun juga lingkungan akademik dan sosial yang baru (www.ugm.ac.id). Bagaimanapun, evaluasi terhadap program akselerasi di Indonesia harus terus dilakukan dari berbagai aspek. Keberhasilan akselerasi di negara lain tidaklah dapat menjadi pegangan, mengingat kondisi demografis dan sosio-kultural yang berbeda. Disinilah pakar Psikologi Pendidikan berperan.
c. Psikologi Klinis
Bagian Psikologi Klinis sering diidentikkan dengan profesi psikolog, yakni dalam melakukan konseling dan terapi individual pada individu dengan gangguan psikologis tertentu seperti individu yang mengalami gangguan tidur, gangguan disosiatif, gangguan psikosomatis. Namun Irmawati: Peranan Psikologi dalam Menjawab Fenomena Psikologis Masyarakat Indonesia 5 demikian, Psikologi Klinis tidaklah berperan hanya sampai disitu saja. Selain dapat menangani permasalahan individual, juga dapat menangani permasalahan komunitas. Pada orasi ini saya akan menyoroti tiga fenomena aktual yang terkait dengan kajian-kajian Psikologi Klinis yakni Psikologi Forensik, Psikologi Kesehatan, dan Psikologi Bencana. Terdapat kasus-kasus yang sebenarnya membutuhkan keterlibatan pakar Psikologi Forensik seperti dalam kasus mutilasi. Kasus mayat dipotong-potong atau mutilasi yang terjadi akhir-akhir ini membuat hati kebanyakan orang miris. Peristiwa mutilasi dengan korban Heri Santoso dilakukan Very Idham Henyansyah alias Ryan yang tidak lain adalah orang dekat atau pernah dekat. Kasus Ryan ini memang menarik karena latar belakang Ryan yang dianggap mempunyai perilaku seks menyimpang. Sebenarnya kasus mutilasi telah banyak terjadi di Indonesia. Jauh sebelum kasus Ryan, di Jakarta pernah gempar dengan kasus mayat potong tujuh pada tahun 1980-an. Juga pada kerusuhan antaretnis di Kalimantan, Maluku, dan Poso, sering dijumpai kasus mutilasi itu (Hasil wawancara dengan Prof. Sarlito, suarakaryaonline.com). Penelusuran mengenai latar belakang perilaku pelaku mutilasi hingga penggambaran psikologis profil pelakunya merupakan bidang kajian pakar Psikologi Forensik. Selain kasus mutilasi, kasus perkosaan juga hampir selalu mengisi berita-berita di koran-koran lokal maupun nasional. Banyak kasus perkosaan pada anak pelakunya bebas karena pihak polisi tidak memiliki bukti cukup untuk menjerat si tersangka mengingat tidak adanya saksi, bukti, atau pengakuan dari korban (Abdurrahman, 2009). Seperti kasus perkosaan anak 9 tahun di Jawa Tengah yang diungkapkan oleh Abdurrahman (Abdurrahman, 2009), karena prihatin akan sulitnya pembuktian tersangka pemerkosaan, Kapolres Jawa Tengah dan rekan psikolog yang peduli akan kasus tersebut menggunakan bukti psikologis untuk menjerat tersangka dengan cara membuat rekaman (hidden camera) ekspresi dan perilaku korban ketika dipertemukan (melalui one way mirror). Proses rekaman ini diawali dengan seorang laki-laki tersangka alternatif yang dimasukan ke dalam ruangan dan korban menunjukkan ekspresi 6 Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke-57 USU, 20 Agustus 2009 biasa-biasa di ruangan sebelah. Selanjutnya tersangka utama dimasukkan ke dalam ruangan. Ketika melihat tersangka utama, korban menunjukkan ekspresi takut dan menangis. Bukti psikologis ini berhasil menggiring pelaku ke pengadilan dan akhirnya dinyatakan terbukti bersalah.
d. Psikologi Sosial
Sebagai suatu negara dengan budaya yang beragam dan tersebar dalam beribu-ribu pulau, persoalan sosial yang sedang dan akan dihadapi oleh bangsa Indonesia tentunya akan terus silih berganti berdatangan. Masih tak lekang dalam ingatan kita, beberapa tahun lalu terjadi kerusuhan antar-etnis di Sampit, Ambon, dan Poso. Demikian pula peristiwa tragis yang terjadi di Sumatera Utara sendiri yakni aksi unjuk rasa yang menuntut pembentukan Provinsi Tapanuli (Protap) yang berujung pada meninggalnya Ketua DPRD Sumatera Utara. Dalam hal ini, ilmu psikologi khususnya Psikologi Sosial mempunyai peran yang besar untuk menjawab berbagai persoalan ini. Konflik antar budaya dapat dipahami dan diselesaikan dengan teoriteori seperti intergroup theory, peace theory, dan culture psychology. Irmawati: Peranan Psikologi dalam Menjawab Fenomena Psikologis Masyarakat Indonesia 9 Persoalan-persoalan politik dapat diselami dengan menggunakan politic psychology. Persoalan yang terjadi di masyarakat umumnya dapat diselesaikan dengan community psychology. Dalam menjawab persoalan-persoalan ini, Psikologi Sosial sangat memperhatikan aspek-aspek budaya dan kondisi yang dimiliki oleh masyarakat setempat, serta hubungan di dalam dan antar kelompok yang ada di masyarakat tersebut. Teori identitas sosial melihat bahwa individu cenderung untuk mencari identitas sosial yang positif dan meningkatkan identitas kelompoknya untuk membedakan dengan kelompok lain. Etnosentrisme melihat bahwa hubungan antar kelompok umumnya terjadi karena kecenderungan kelompok memandang dirinya sebagai pusat dari segalanya, sehingga terjadi in group favoritism dan berkembangnya stereotipe-stereotipe tertentu terhadap kelompok lain. Kesimpulannya, persoalan sosial yang dihadapi bangsa Indonesia bisa dilihat dari kacamata Psikologi Sosial, begitupun upaya penanganannya dapat dilakukan melalui berbagai cabang ilmu Psikologi Sosial.
e. Psikologi Industri dan Organisasi
Psikologi Industri dan Organisasi sebagai salah satu kekhususan di bidang ilmu psikologi memiliki banyak peran dalam masyarakat. Salah satunya mengenai kompetensi di bidang ketenagakerjaan. Permasalahan yang sering terjadi adalah tidak sesuainya kompetensi yang dimiliki seseorang dengan pekerjaan yang digelutinya (Wrong Man on the Wrong Place) yang efeknya bisa bermacam-macam (misal: perselisihan antara pekerja dengan pihak pemberi kerja, PHK, kecelakaan kerja, dan stress kerja). Oleh sebab itu dibutuhkan suatu proses penilaian (assessmen) agar mendapatkan orang yang sesuai antara kompetensi yang dimiliki dengan pekerjaan yang digeluti (Right Man on the Right Place). Masih maraknya pemberitaan tentang nasib buruk Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri, ditengarai karena faktor kompetensi TKI yang kurang memadai merupakan suatu bukti nyata betapa pentingnya kompetensi kerja seseorang. Hal ini sesuai dengan pernyataan oleh Direktur BNP2TKI, Ir. Kustomo Usman, CES, MM, tentang TKI di Taiwan yang gagal 10 Orasi Ilmiah pada Dies Natalis ke-57 USU, 20 Agustus 2009 berangkat dan sulit melakukan klaim asuransi karena minim pemahaman dan pengetahuan sehingga mudah dibohongi. Permasalahan TKI seharusnya dapat dipecahkan bila kompetensi yang dimiliki seorang TKI mampu membuatnya menjadi aman dan nyaman ketika bekerja di luar negeri. Dengan kata lain, seorang TKI haruslah memiliki keterampilan (skill) yang cukup untuk menghadapi berbagai permasalahan yang mungkin terjadi ketika ia berada di luar negeri baik Hard Skill maupun Soft Skill. Dalam hal ini kajian Psikologi Industri dan Organisasi memiliki peran yang penting. Selain permasalahan TKI maka fenomena klasik yang kerap dialami manusia di dunia kerja adalah stres kerja. Penyebab stres kerja di dalam organisasi bervariasi dan terkadang kompleks. Karyawan/pegawai yang sangat sibuk ataupun sebaliknya merasa bosan dapat menjadi stres. Demikian pula karyawan/pegawai yang memiliki pekerjaan yang berbahaya, atau pekerjaan yang dirasakan mengancam keselamatan jiwa atau psikologisnya, seperti pekerjaan dengan tingkat pengawasan dan resiko yang tinggi terhadap sangkaan korupsi sebagaimana yang banyak terjadi pada pejabat publik di Indonesia saat ini, sangat rentan terhadap stress.
6. Peranan Politik dalam Kehidupan Manusia
BUDAYA POLITIK PAROKIAL ( PAROCHIAL POLITICAL CULTURE )
a. Tipe budaya politik yang orientasi politik individu dan masyarakatnya masih sangat rendah. Hanya terbatas pada satu wilayah atau lingkup yang kecil atau sempit.
b. Individu tidak mengharapkan apapun dari sistem politik.
c. Tidak ada peranan politik yang bersifat khas dan berdiri sendiri.
d. Biasanya terdapat pada masyarakat tradisional. BUDAYA POLITIK SUBJEK ( SUBJECT POLITICAL CULTURE )
e. Masyarakat dan individunya telah mempunyai perhatian dan minat terhadap sistem politik
f. Meski peran politik yang dilakukannya masih terbatas pada pelaksanaan kebijakan-kebijakan pemerintah dan menerima kebijakan tersebut dengan pasrah.
g. Tidak ada keinginan untuk menilai , menelaah atau bahkan mengkritisi BUDAYA POLITIK PARTISIPAN ( PARTICIPANT POLITICAL CULTURE ).
h. Merupakan tipe budaya yang ideal.
i. Individu dan masyarakatnya telah mempunyai perhatian, kesadaran dan minat yang tinggi terhadap politik pemerintah.
j. Individu dan masyarakatnya mampu memainkan peran politik baik dalam proses input (berupa pemberian dukungan atau tuntutan terhadap sistem politik) maupun dalam proses output (melaksanakan, menilai dan mengkritik terhadap kebijakan dan keputusan politik pemerintah). BUDAYA POLITIK SUBJEK PAROKIAL ( PAROCHIAL SUBJECT POLITICAL CULTURE )
k. Budaya politik yang sebagian besar telah menolak tuntutan masyarakat feodal atau kesukuan.
l. Telah mengembangkan kesetiaan terhadap sistem politik yang lebih komplek dengan stuktur pemerintah pusat yang bersifat khusus.
m. Cenderung menganut sistem pemerintahan sentralisasi. BUDAYA POLITIK SUBJEK PARTISIPAN ( PARTICIPANT SUBJECT POLITICAL CULTURE )
n. Sebagian besar masyarakatnya telah mempunyai orientasi input yang bersifat khusus dan serangkaian pribadi sebagai seorang aktivis.
o. Sementara sebagian kecil lainnya terus berorientasi kearah struktur pemerintahan yang otoriter dan secara relatif mempunyai serangkaian orientasi pribadi yang pasif.
p. BUDAYA POLITIK PAROKIAL PARTISIPAN ( PARTICIPANT PAROCHIAL POLITICAL CULTURE )
q. Berlaku di negara-negara berkembang yang yang masyarakatnya menganut budaya dalam stuktur politik parokial.
r. Tetapi untuk keselarasan diperkenalkan norma-norma yang bersifat partisipan. PERKEMBANGAN BUDAYA POLITIK MASYARAKAT INDONESIA.
s. Indonesia menganut budaya politik yang bersifat parokial-kaula di satu pihak dan budaya politik partisipan di pihak lain.
t. Sikap ikatan primodalisme masih sangat mengakar dalam masyarakat Indonesia.
u. Masih kuatnya paternalisme dalam budaya politik Indonesia. MAKNA SOSIALISASI KESADARAN POLITIK
v. Menurut M. Taopan, Kesadaran politik (political awwarnes) merupakan proses bathin yang menampakkan keinsyafan dari setiap warga negara akan pentingnya urusan kenegaraan dalam kehidupan bernegara.
w. Masyarakat harus mendukung pemerintah, mengingat kompleks dan beratnya beban yang harus dipikul para penyelenggara negara.
x. Kesadaran politik dapat terwujud salah satunya melalui sosialisasi politik.
7. Peranan Antropologi dalam Kehidupan Manusia
Teori dan Data
Hubungan di antara teori dan bahan empiris, atau data, sangat penting dalam semua bidang sains empiris, termasuk antropologi. Tiada sebarang bidang sains yang bergantung kepada teori sahaja (kalau demikian sifatnya disiplin tersebut tergolong ke dalam bidang matematik atau falsafah). Sebaliknya, sesuatu bidang sains itu tidak boleh pula bergantung sepenuhnya kepada fakta tulen semata-mata: kalau demikian halnya, bidang ini tidak dapat memberikan kita sebarang pengajaran yang menarik. Dalam perkataan lain, penyelidikan mempunyai dua dimensi yang penting: induktif dan deduktif. Induktif bermakna ‘keluar ke alam nyata’, ‘memerhati, melihat, merenung dan berfikir’, serta mengumpulkan maklumat tentang apa yang orang lain kata dan apa yang mereka buat. Deduktif pula terdiri daripada usaha untuk menghuraikan maklumat tersebut dengan menggunakan hipotesis atau teori umum. Misalnya, jika kita mahu menguji hipotesis atau andaian bahawa kedudukan wanita dalam masyarakat adalah selaras dengan sumbangan mereka kepada ekonomi (lihat Bab 8), kita akan menggunakan beberapa hujah secara deduktif untuk menyokong andaian ini. Selepas itu kita akan memulakan penyelidikan, tetapi dalam proses melakukan kajian sebenar, kita mesti beralih kepada pendekatan berbentuk induktif, dengan melihat, memerhati dan merenung akan kedudukan wanita dan hubungannya dengan sistem ekonomi dalam beberapa buah masyarakat yang berlainan. Tetapi sebaik sahaja kita berhadapan dengan satu atau beberapa buah masyarakat yang menunjukkan bahawa nampaknya tidak ada sebarang hubungan yang jelas di antara sumbangan wanita (kepada ekonomi) dan kedudukannya dalam masyarakat, maka terpaksalah kita kembali semula kepada hipotesis atau andaian asal bagi membuat beberapa penyesuaian.
Antropologi di Tempat Sendiri
Tradisi antropologi membezakan dirinya daripada sosiologi melalui (i) penekanan yang kuat ke atas pemerhatian ikutserta and kerja lapangan, dan (ii) penyelidikan yang sebahagian besarnya ditumpukan ke atas masyarakat bukan-industri. Sosiologi pula menumpukan perhatian ke atas memahami, memberikan kritikan dan teguran terahadap masyarakat moden. Peranan antropologi dari segi sejarahnya ialah menghuraikan kepelbagaian dalam kewujudan manusia, dan dalam beberapa keadaan pula, cuba menyelamatkan budaya masyarakat yang hampir pupus dengan merekodkan cara hidup mereka dalam bentuk bertulis.
Oleh kerana beberapa sebab, kerja lapangan di tempat sendiri atau dalam masyarakat yang berjiran menjadi semakin meluas di kalangan antropologis semenjak awal 1960an. Pertama, oleh kerana berlaku beberapa perubahan dari segi sejarah, disiplin antropologi menghadapi beberapa cabaran baru, termasuklah lenyapnya "masyarakat dan persekitaran tribal’. Juga menjadi semakin sukar sekarang untuk menyatakan dengan jelas perbezaan antara ‘kita’ (yang dikatakan moden) dengan ‘mereka’ (yang dikatakan primitif), terutama sekali apabila modenisasi dan ‘pembangunan’ telah menyebabkan jarak yang jauh menjadi semakin dekat, sementara sempadan budaya yang dahulunya agak jelas sekarang menjadi semakin kabur. Sementara itu pula, orang yang menjadi bahan kajian kita pada masa ini berkemungkinan besar juga adalah orang yang akan membaca hasil penemuan penyelidikan kita. Kedua, analisis yang pernah dibuat terhadap masyarakat tribal telah banyak memberikan inspirasi kepada penyelidik untuk menggunakan model analisis yang sama bagi mengkaji masyarakat penyelidik sendiri. Analisis tersebut juga telah berjaya membentuk asas perbandingan yang sangat berguna. Ternyata bahawa sangat mudah untuk kita melihat apa yang unik dalam masyarakat sendiri apabila kita sudah dilengkapi dengan kemahiran analisis dan pengetahuan yang mendalam tentang masyarakat lain. Ketiga, pada masa ini terdapat ramai penyelidik yang terpaksa bersaing antara satu sama lain untuk mendapatkan dana penyelidikan yang agak terhad; tidak ramai penyelidik yang bernasib baik mendapat anugerah dana bagi kerja lapangan jangka panjang di tempat jauh. Selain itu, terdapat negara Dunia Ketiga yang memandang kehadiran antropologis dari luar dengan penuh sangsi dan curiga. Seperti yang akan dijelaskan dalam bab-bab yang menyusul, beberapa projek penyelidikan yang menarik sebenarnya pernah dilakukan dalam masyarakat yang dikatakan ‘moden’.
Interpretasi dan Analisis
Pada ketika disiplin antropologi mula terbentuk dalam tahun-tahun awal abad ke-20, masih terdapat banyak kawasan yang belum pernah dilawati oleh orang Eropah, apa lagi yang dikaji dengan cara yang sistematis. Boas mengkaji masyarakat asli di pantai barat Amerika Utara; Malinowski tinggal di Kepulauan Trobriand; Bateson melawat masyarakat Iatmul di New Guinea, dan Evans-Pritchard melakukan penyelidikan di kalangan orang Azande. Pada ketika itu, mereka semuanya menghadapi masalah yang sama dalam melakukan persiapan awal sebelum berangkat ke lapangan. Oleh kerana bahan yang boleh dibaca berkenaan dengan masyarakat berkenaan sangat terhad atau hampir tidak ada langsung, mereka mempunyai pengetahuan yang tidak begitu cukup berkenaan dengan masyarakat yang hendak dikaji itu. Tetapi semenjak zaman mereka itu dunia telah banyak berubah. Biasanya, bagi setiap kawasan yang ingin kita dilawati itu, sudahpun terdapat sesuatu yang ditulis, melainkan bagi sesetengah masyarakat di tempat begitu terpencil, yang mungkin belum lagi ditemui dan dikaji oleh antropologis, seperti yang ditemui di lembah Amazon atau New Guinea misalnya. Pada zaman ini juga terdapat kemudahan bagi seseorang mempelajari bahasatempatan sebagai persediaan awal, selain daripada pelbagai jenis bahan bacaan khusus bagi sesuatu kawasan. Pendek kata persiapan awal sebelum berangkat ke lapangan boleh dilakukan dengan lebih baik berbanding dengan zaman dahulu. Laras Bahasa Penulisan.
Etnografi: Yang Lepas dan Yang Kini
Buku antropologi biasanya ditulis dalam laras bahasa yang menggambarkan bahawa perkara yang diceritakan itu sedang berlaku pada masa kini. Tidak dapat dinafikan bahawa sebahagian besar daripada monograf yang sangat terpengaruh telah ditulis lebih dari setengah abad yang lepas. Hampir semua masyarakat yang diperihalkan itu telah berubah dengan menyeluruh semenjak kerja lapangan yang pertama dilakukan. Kerapkali juga kerja lapangan telah dilakukan dalam satu era yang kritikal, iaitu satu era yang berada di luar edaran biasa sejarah masyarakat tempatan. Misalnya, kajian antropologi yang benar-benar klasik telah dilakukan dalam tempoh terakhir kolonialisme Perancis dan British, iaitu satu era di antara Perang Dunia Pertama dan tahun 1960. Era tersebut sebenarnya merupakan tempoh yang boleh dianggap luarbiasa (atypical) dalam persejarahan Afrika kerana dalam tempoh itulah benua tersebut menghadapi suasana politik yang tidak stabil. Sebelum dan selepas era tersebut boleh dikatakan bahawa di sebahagian besar Afrika, keadaan kritikal seperti yang dialami dalam zaman kolonialis tidak wujud dengan meluas.
Antropologi tidak pernah bertujuan untuk mengganti peranan dan sumbangan disiplin sejarah. Fokus analisisnya secara tradisinya ialah kepada hubung kait sosial dan budaya yang berlaku pada sesuatu detik masa dan ketika. Sehingga akhir-akhir ini, jarang sekali antropologi cuba menekankan proses sejarah yang berlaku sehingga membawa kepada keadaan masa kini. Dalam tradisi antropologi British, Amerika dan Perancis, tujuan utamanya ialah memperihalkan perjalanan dan kewujudan sesuatu masyarakat atau budaya, tetapi bukan untuk menghuraikan bagaimana budaya dan masyarakat tersebut terbentuk melalui proses sejarahnya. Antropologis seperti Boas, Radcilffe-Brown dan Malinowski semuanya agak kurang senang dengan pendekatan persejarahan budaya yang bersifat spekulatif, iaitu satu bentuk pendekatan antropologi yang digunakan sebelum munculnya antropologi moden. Beberapa penulisan antropologi yang lepas mengandungi unsur persejarahan budaya yang tidak begitu tepat kerana sifat spekulatifnya; justeru itu jika dewasa ini timbul sebarang teguran terhadap tulisan tersebut, maka tujuannya bukanlah untuk memperkecilkan peranan sejarah, tetapi tujuannya ialah untuk memperbaiki fakta sejarah supaya lebih tepat lagi. Emik dan Etik. Biarlah kita lihat sekali lagi dengan lebih dekat hubungan di antara pandangan dari dalam dan pandangan dari luar. Pemerihalan etnografis adalah lebih hampir kepada apa yang dialami oleh informan berkenaan dengan dunia yang dialaminya berbanding dengan analisis, yang bertujuan untuk memberikan satu gambaran umum tentang budaya dan masyarakat. Tahap deskriptif – gaya hidup seperti yang dialami dan diperihalkan sendiri oleh anggota sesuatu masyarakat – kadangkala disebut sebagai tahap ‘emik’. Lawannya ialah tahap analisis atau penghuraian oleh penyelidik, iaitu yang dipanggil tahap ‘etik’.
Gandingan atau dikotomi emik-etik mula sekali diperkenalkan dalam antropologi oleh Marvin Harris (1964, 1979), tetapi orang yang menggubalnya ialah seorang ahli bahasa bernama Kenneth Pike. Beliau telah mencipta kedua-dua istilah itu berasaskan kepada perbezaan dalam linguistik antara fonetik dan fonemik. Masing-masingnya merujuk kepada hubung kait secara objektif antara ‘bunyi’ di satu pihak, dan ‘makna sesuatu bunyi’, di pihak yang satu lagi.
Antropologi sebagai Alat Politik
Terdapat antropologis yang bekerja dalam beberapa jenis profesyen. Hanya sebilangan kecil sahaja yang bekerja di universiti sebagai penyelidik dan pengajar. Ramai yang terlibat dalam perbadanan atau agensi pembangunan, dan lebih ramai lagi yang bekerja sebagai kakitangan pentadbiran awam. Terdapat juga antropologis yang bekerja dalam industri penerbitan, dalam syarikat swasta, di hospital dan sebagainya. Ternyata bahawa pengetahuan antropologi mempunyai kegunaan dalam pelbagai bidang profesional. Dalam buku ini kita akan menumpukan fokus kita kepada satu arena yang menempatkan antropologis profesional yang menyumbang kepada pembentukan dan penghasilan pengetahuan antropologi. Dalam arena inilah disiplin antropologi diberikan definisinya melalui penulisan buku, monograf, makalah dan sebagainya yang dinilai secara terbuka dalam pelbagai bentuk. Dalam arena ini jugalah bahan bacaan wajib disenaraikan dan kurikulum digubal.
Antropologi, yang dilahirkan daripada suatu persekitaran sosial yang khusus, boleh dijadikan subjek kajian mengikut kaedah antropologi. Pengetahuan antropologi yang disajikan kepada pelajar tidak terbentuk dalam persekitaran yang kosong tanpa sebarang pengaruh daripada suasana sosial dan budaya yang ada pada ketika itu. Begitu juga halnya dengan arah dan tujuan teori dan pemahaman empirikal; kedua-duanya terbentuk dan dipengaruhi kuat oleh apa yang berlaku di kalangan kita dari segi kerjasama sosial, persaingan, kegigihan untuk meningkatkan pencapaian peribadi, dan tindak tanduk politik. Untuk berjaya, pelajar antropologi mestilah diasuh dan dididik dalam suasana pemikiran dan gaya penulisan yang khusus sebagai sebahagian daripada proses sosialisasi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar