Kamis, 28 Oktober 2010

Tayangan Acara Televisi "Reality Show"

     I.          PENDAHULUAN
Maraknya penonton televisi yang gandrung menikmati acara tayangan “reality show” dengan menghabiskan waktu senggangnya untuk menonton televisi dalam acara tersebut.  Acara-acara tersebut, umumnya menampilkan kehidupan orang-orang miskin. Harapannya dapat memancig rasa iba hingga tetesan airmata para penonton televisi. Meski ada juga acara yang sekedar menampilkan bagaimana bila si miskin ini “dikerjai”. Dalam sebuah acara, misalnya (uang kaget, bedah rumah, pemberian misterius dan sebagainya) dalam hal ini uang kaget, orang miskin diberi uang jutaan rupiah untuk dibelanjankan harus dibelanjakan dalam hitungan menit saja. Saat itu juga, layar kaca pemirsa pun mempertontonkan wajah berkeringat dan tangan gemetaran si miskin saat memiliki setumpuk uang yang mesti dihabiskannya dalam hitungan waktu yang sesingkat-singkatnya pula. Dan situasi inilah yang menjadi hiburan tersendiri dan tidak menutup kemungkinanan penononton bisa sambil tertawa saat melihatnya.
Tontonan semacam itu (reality show) semakin menarik perhatian dengan permainan gambar yang diambil kamera person, seperti rekaman kegaduhan atau keramaian disekitarnya, raut muka-mimik muka yang diambil secara dekat (close-up) dengan guratan-guratan muka, bibir yang gemetar dan matanya yang nanar ketika setumpuk uang diberikan kepadanya dan harus dibelanjakan barang apapun dengan waktu yang telah ditentukan. Tayangan tersebut dalam pandangan saya bukan tidak ada yang positif, namun posisinya menyedihkan karena orang miskin kerap menjadi objek. Televisi sebagai media massa yang dianggap paling sempurna diantara media massa lain.

  II.          LATAR BELAKANG MASALAH
Reality show sebenarnya menampilkan kenyataan yang dimodifikasi, seperti menaruh partisipasi di lokasi-lokasi tertentu (eksotis), atau situasi-situasi yang tidak lazim, memancing reaksi-reaksi tertentu dari partisipan, dan melalui penyuntingan dan teknik-teknik pasca produksi lainnya.
Ironisnya, masyarakat umum terutama masyarakat menengah ke bawah yang sudah tentu awam terhadap duna pertelevisian tak banyak yang tahu bahwa acara realitas hanyalah kebohongan belaka. Mereka terlalu fanatik dan menganggap bahwa kisah-kisah haru dan dramatik yang kebanyakan ditonjolkan oleh acara-acara realitas memang benar-benar terjadi dengan tanpa adanya scenario. Apalagi pengemasannya yang terbilang bagus dengan didukung tema-tema menarik bahkan hal-hal mistik seperti perdukunan serta hal-hal yang serba religi pun semakin membuat masyarakat seolah-olah tersihir untuk senantiasa menyaksikannya.
Fenomena seperti itulah yang menjadikan acara realitas sebagai kebohongan publik yang nyata dan tentu saja dapat memberikan pengaruh buruk terhadap masyarakat luas, terutama masyarakat yang masih awam terhadap intrik di dunia pertelevisian. Acara-acara realitas yang baru-baru ini membanjiri dunia pertelevisian nasional berhasil memanfaatkan penonton dengan memodifikasi kenyataan, serta menggunakan teknik-teknik pasca produksi yang seolah-olah menjadikan tiap adegan dalam acara tersebut benar-benar terjadi tanpa adanya rekayasa.
Pengaruh buruk tersebut semakin parah karena sebagian besar acara realitas sekarang mempertontonkan hal-hal yang sebenarnya tak patut dan tidak mendidik, seperti menceritakan kemiskinan sebagai obyek yang bisa dijual kepada khalayak bahkan pada awal-awal program semacam ini muncul mampu menaikkan rating. Tidak ada yang tahu, maksud dalam pembuat program reality show kemiskinan seperti saat ini namun yang bisa dilihat adalah program acara ini mampu mendatangkan keuntungan berlipat-lipat bagi pemilik media. Iklan yang masuk disela-sela acara reality show inilah yang membawa keuntungan yang menggiurkan bagi pemilik media.

III.          PERMASALAHAN
Permasalahan program televisi yang menayangkan reality show merupakan suatu masalah yang sering ditimbulkan akibat adanya acara realitas yang saat ini ada di layar kaca nasional, dimana merupakan salah sebuah bentuk komodifikasi yang mendominasi program acara televisi di negeri ini. Komodifikasi disini dapat diasumsikan proses transformasi barang dan jasa dari nilai gunanya menjadi komoditas yang berorientasi pada nilai tukarnya di pasar. Proses transformasi dari nilai guna menjadi nilai tukar, dalam media massa selalu melibatkan para awak media, khalayak pembaca, pasar, dan negara apabila masing-masing di antaranya mempunyai kepentingan. Nilai tambah produksi berita akan sangat ditentukan oleh kemampuan berita tersebut memenuhi kebutuhan sosial dan individual.
Ketika periklanan menggerakkan kekuatan dari komoditas untuk mempertinggi hubungan, sebaliknya periklanan sendiri menyembunyikan proses produksi dengan meniadakannya, membuatnya menjadi abstrak, atau menyisipkan estetika di dalamnya. Sebagai khalayak, kita hanya tahu tampilan luar dari suatu komoditas dalam sebuah iklan, tanpa pernah tahu bagaimana komoditas itu diproduksi.
Reality Show yang banyak menonjolkan masyarakat miskin sebagai temanya, maka dapat dilihat bahwa acara tersebut cenderung mengeksploitasi kemiskinan untuk memperoleh keuntungan materi yang lebih besar. Televisi menjadikan kemiskinan melakukan proses transformasi barang dan jasa dari nilia gunanya menjadi komoditas yang berorientasi pada nilai tukarnya dipasar. Adalah merupakan salah satu betapa permasalahan kemiskinan sekalipun mampu menjadi obyek para pemilik media untuk bisa menghasilkan keuntungan.
Program acara reality show ‘kemiskinan’ hingga saat ini masih menduduki rangking tertinggi untuk dijadikan komoditas segala kepentingan individu.
Dari suatu potret tentang kemiskinan timbul berbagai macam hal yang mampu menarik perhatian masyarakat mulai dari kelucuan-kelucuannya, simpati, perenungan hingga keuntungan yang lebih bersifat materi dan popularitas.

   IV.     ANALISIS
1.             Analisis teori-teori etika yaitu tindakan yang dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri (Rachels 2004) dengan ditandai dengan memperhatikan perluasan “dominasi” perusahaan media, baik melalui peningkatan kuantitas dan kualitas produksi. Tentu saja, ekstensifikasi dominasi media dikontrol melalui dominasi produksi isi media. Proses komodifikasi media massa memperlihatkan dominasi peran kekuatan pasar (yang menentukan makna dan isi pasar). Proses komodifikasi justru menunjukkan menyempitnya ruang kebebasan bagi para konsumen media untuk memilih dan menyaring informasi.
2.             Analisis teori-teori etika yaitu dengan tindakannya memberikan suatu manfaat/keuntunngan  bagi masyarakat  miskin yang menjadi peran yang relistis untuk ditayangkan  hanyalah semata pada kenyataannya dari si pelaku utama dalam program televisi memang amat berharap selain dapat tampil di  layar kaca juga mendapatkan manfaat secara ekonomi hal ini terkait dengan suatu tindakan yang dilihat dari akibat, konsekuensi atau tujuan dari tindakan tersebut (Bertens, 2000).
3.             Bilamana diamati dengan tindakannya suatu tayangan hiburan yang sangat menarik bagi pemirsa/penonton/masyarakat yang merasa menikmati sajian yang diberikan oleh program televisi reality show dengan harapan agar tergugah hati nurani agar iba melihat tayangan tersebut sehingga dapat memberikan kerelaan untuk mambantu mengentaskan kemiskinan dapat dikatakan etis tetapi sebaliknya bagi pemirsa/penonton/masyarakat yang tidak menikmati bahkan menjadikan tayangan tersebut menyebabkan tidak merasa terhibur menjadi ketidaknyamanan dan tidak mendidik dalam sajian program televisi tersebut menjadi tidak etis. Hal ini terkait dengan teori etika yaitu dengan suatu tindakan, akibat, konsekuensi atau tujuan yang memberikan manfaat bagi individu dan masyarakat maka dikatakan etis atau sebaliknya dikatakan tidak etis. (Imanuel Kant, 1724-1804).
4.             Srbagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum hal ini  harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari teori-teori etika dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. sangat penting mengingat perusahaan pertelevisisan sebagai alat informasi yang tidak lepas dari elemen-elemen lain yang mana keberadaan program tayangan televisi pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan dan juga kenyamanan masyarakat, bukan semata untuk memperoleh benefit melainkan perlunya memperhatikan peran serta, dan tanggapan khalayak serta pembentukan karakter, sifat dan watak serta kejujuran yang dimiliki oleh perusahan pertelevisian dengan program tayangan yang mendidik sehingga terus berlangsung aktifitas perusahaan pertelevisian dalam acara reality show yang mana program acara telivisi dapat saling membutuhkan dan menguntungkan baik bagi perseorangan maupun khalayak dan perusahaan pertelivisian tersebut.

      V.     PEMECAHAN MASALAH
1.             KPI atau Komisi Penyiaran Indonesia sebagai lembaga yang memiliki kewenangan (otoritas) menyusun dan mengawasi berbagai peraturan penyiaran yang menghubungkan antara lembaga penyiaran, pemerintah dan masyarakat. Pengaturan ini mencakup semua daur proses kegiatan penyiaran, mulai dari tahap pendirian, operasionalisasi, pertanggungjawaban, dan evaluasi. Dalam melakukan ke semua ini, KPI berkoordinasi dengan pemerintah dan lembaga negara lainnya, karena pengaturannya yang saling berkaitan. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dimungkinkan sekali turut melakukan pengawasan tentang program acara yang di televisi. Selama ini KPI baik yang di pusat atau daerah dianggap lalai untuk melakukan kritik terhadap media massa yang terlalu berlebihan disuguhkan kepada masyarakat tentang reality show sejumlah program acara yang cukup berlebihan terutama reality show tentang kemiskinan.
2.             Peran Komisi Penyiaran Indonesia (KPI)  untuk meredam dampak negatif dari menjamurnya penayangan acara realitas, sehingga diharapkan semua jenis acara reality show nantinya layak disaksikan oleh seluruh masyarakat Indonesia tanpa adanya kekawatiran terpengaruh oleh dampak negatifnya.
3.             Perusahaan pertelevisian harus mempertimbangkan baik buruknya penayangan acara televisi tanpa selalu memandang keuntungan materi/benefit semata dengan mengorbankan terjerumusnya pola pikir dan psikologi penonton/pemirsa.
4.             Penonton/pemirsa harus selektif dalam pemilihan program televisi apa yang memang layak untuk ditonton sehingga dapat mengetahui hakikat reality show yang sungguh kontras dengan istilah yang dipakainya.
5.             Memberikan informasi seluas-luasnya dengan dengan menggagas penjelasan definisi reality show antara fakta atau rekayasa adalah melalui beberapa cara antara lain:
·         Menyertakan istilah "modifikasi" dalam semua reality show karena memang pada dasarnya reality show merupakan acara nyata yang dimodifikasi dengan sangat mendramatisir.
·         Menambahkan pernyataan seperti pernyataan "fiktif" yang ada di akhir penanyangan sinetron, hanya saja pernyataan "fiktif" nya diganti dengan "modifikasi kenyataan". Seperti kalimat pernyataan di bawah ini.
·         "Tayangan ini tidak benar-benar nyata, jika ada kesamaan nama, tempat dan kejadian hanyalah modifikasi realita semata".

VI.          KESIMPULAN DAN PENDAPAT/GAGASAN   
Kemiskinan sebenarnya tidak layak dijadikan alat untuk mencari keuntungan segelintir orang, apalagi jika menimbulkan efek pengharapan orang miskin lain yang membuat mereka tidak produktif dan akhirnya bisa mengalami stress karena pengharapan yang tak kunjung datang tersebut. Menikmati siaran yang mengangkat kemiskinan mungkin baik jika hasilnya adalah tumbuh empati dan rasa ingin membantu. Namun jika tidak, tentu tetap tidak perubahaan pada bangsa ini. Kemiskinan kurang pantas dijadikan komoditas mencari keuntungan. Dan menjadi tidak pantas jika hanya sekedar menikmati tanpa timbul rasa empati atau keinginan untuk menolong.
Media massa dapat tampil mempresentasikan diri sebagai ruang publik utama yang mampu menentukan dinamika sosial, politik dan budaya baik dalam lingkup lokal maupun secara global. Media massa yang dinyatakan lahir dari sebuah kapitalis modern ini tidak hanya digunakan sebagai medium untuk mengantarkan saja.
Pelajaran yang saya dapatkan sebagai penonton/pemirsa hendaknya dikemas dengan ringan, logis dan menarik. Tujuan tayangan tersebut adalah memberikan pembelajaran berupa suguhan tayangan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Ada manfaat yang harus dipetik. Ada juga keburukan yang harus dibuang jauh-jauh. Itu saja yang harus diolah. Tidak perlu berlebihan dalam cerita dan mengeksploitasi kemiskinan.

                                                                                                                                                            Nama   :              Sigit Restuhadi
                                                                                                                                                            NIM    :              09412144059
                                                                                                                                                            Akuntansi (B)

-- sgt*rstd ---

2 komentar: